Perjalanan: Buku, Rumah, Mobil dan Impian
Buku Rumah mobil. Saya pernah merasa sangat sedih, air mata mengalir deras, saat mata mengerjap, air mata berjatuhan. Dada terasa sesak, ingin meraung tapi malu.Duduk bersandar di kursi bus antar kota menuju Jakarta, sempat meliriknya, ia menyeka air mata dengan sudut kerudungnya.
Melambaikan tangan, dengan mata sembab. “Sayang, kaka pergi dulu. Kita pasti jumpa lagi,” gumam saya dalam hati.
Lima belas menit sebelumnya, saya di antar kekasih saya, neng Aan Faridah dari pasar indramayu menuju perhentian bus antar kota di perlimaan jamblang. Kami naik becak. Diam seribu bahasa, kami berpegang tangan. Saat turun dari becak, bus sudah menunggu di sana. Saya pun bergegas masuk ke dalam bus, tak berani menatapnya lama-lama, karena tak kuasa melihat air mata neng aan yang menderas di pipinya. Kami harus berpisah. Dan tidak tahu apakah bisa berjumpa lagi atau tidak.
Peristiwa tahun 2000 itu, melekat dalam ingatan saya. Entah apa penyebabnya, saya begitu sedih. “Karena terpisahkan?” Sungguh aneh bila iya itu penyebabnya.
Jatuh Cinta
Sejak saat itu, tak ada lagi gadis yang saya ingat, lirik dan ingin saya jumpai, hanya neng Aan (sekarang, xixixi… jangan tanya, kadang kalau jalan bareng neng Aan jelalatan bila lihat yang bening2).
Terdengar gombal bukan? Namun itulah yang mungkin dinamakan jatuh cinta.
Perjalanan 2022, bulan ini.
Perjalanan mudik kemarin, kami berdua membahasnya, “Apa sih yang membuat kita saling jatuh cinta?”
Jawaban paling sederhana, “karena kita saling tahu bahwa kita sama-sama mau,” jawab neng aan.
“Ya karena kaka tahu, aan mau sama kaka.”
Mewujudkan Mobil
Jarak yang jauh dari orang tua setelah kami menikah, membuat saya selalu menginginkan mobil dibanding rumah. “Agar mudah bila ingin pulang,” demikian alasan saya.
Saat kami punya baby, perjalanan jauh itu bak horor, pindah antar bus antar kota lebih ngenes.
Tahun 2003 sebelum beli mobil, “Lelaki kecil itu, pendek mungil dengan ransel besar di punggungnya dan kardus tanggung di pundaknya. Pemuda kecil usia 24 tahun. Berlari kecil ditemani ibu muda menggendong bayi usia 8 bulan. Mereka menyeberangi jalan raya jakarta di bawah jembatan Slipi, mengejar bus kota yang akan mengantar mereka ke Kalideres, Jakarta Barat.”
Kenangan itu membekas jelas di pikiran saya. Hingga sekarang saat menuliskannya, saya bisa melihat saya, neng Aan, dan puteri cantik kami dalam gendongannya.
Sejak mudik 2003, saya berpikir agar mudah mudik dan memberi ruang bebas bagi puteri kami untuk berhenti atau pun menangis dan bisa istirahat kapan pun.
Akhirnya tahun 2004, bulan persisnya saya lupa. Mungkin agustus, saya menandatangani kredit mobil Zebra ZL, mobil minibus paling murah yang ada di dealer tahun itu. Harganya 68jt kalau tak salah. DP 6jt. Diangsur 3 tahun saya lupa per bulannya berapa, yang pasti di atas dua juta.
Wait, “emang udah bisa nyetir mobil gitu?” Pertanyaan paling sederhana.
Dan jawabannya “Saya tidak bisa nyetir.”
Saya masih ingat saat menunggu mobil untuk kami bawa dari dealer Daihatsu jalan magelang, saya ditemani neng Aan, Angelina Shiva Hany kecil usia 2 tahunan, adek saya Surgawi dialah yang bisa nyetir, dan adek neng aan Fikin.
Adek saya berkata, “Kak, akhirnya bisa beli mobil ya…” saya hanya tersenyum.
Esoknya kami mudik ke indramayu, lanjut ke tangerang. Disambut meriah. Harap dimaklumi, baik keluarga saya maupun neng aan, menganggap mobil itu barang mewah, ga peduli bahwa harga mobil itu sangat murah. Adalah kemewahan luar biasa bisa bepergian lebih nyaman.
Karena asal tahu saja, yang membuat saya tambah keukeuh beli mobil adalah peristiwa mudik 2003, saat di bus elin nangis dan muntah seorang bapak setengah tua, membentak-bentak puteri kesayangan kami. Hingga saya lupa sopan santun dan mendiamkan bentakan si bapak itu dengan mata melotot tajam.
Si bapak itu diam, saya tidak tahu apakah dia diam karena bentakan blik saya, atau karena elin pun tidak menangis lagi, tetapi sesenggukan.
Tahun 2005, dengan mobil Zebra tersebut saya untuk pertama kalinya bisa ke Blitar Jawa Timur, ke rumah Agus Pranatan, mengunjunginya sambil berziarah ke makam bung karno.
Mobil ini benar2 mobil petarung jalanan. Dari ujung banyuwangi di timur pulau jawa hingga ujung kulon di barat pulau jawa, pernah ia jelajahi di era bisnis buku dengan jualan langsung ke toko buku maupun buka bazar di pesantren.
Ganti Mobil, karena Rumah kami jual
Kemudian di tahun 2011, ganti mobil, saya mulai belajar aktif nyetir dan bisa bawa pulang sendiri jogja jakarta di tahun 2012, sejak saat itu hingga mobil ke 3, mobilio yang sekarang usianya memasuki tahun ke lima, sudah biasa jelajah di aspal segala medan disopiri sendiri.
Mobil itu penting. Bagaimana dengan Rumah?
Bisnis buku, saya pernah pegang uang 200jt di tahun 2003, tapi lugu. Memasuki 2004 bukannya membeli rumah, uang saya pakai untuk merekrut karyawan, membangun bisnis buku seperti kebanyakan orang bikin usaha. Biar dianggap bisnis besar (bulshit). Sejak di jogja, nge kos, setelah menikah ngontrak. Tahun 2008, saya jatuh cinta pada sebuah rumah di pinggiran perumahan di Gejayan. Lalu membelinya full KPR, bahkan dapat cash back 5jt. Rumah minimalis ber cat abu-abu nan cantik. Di halaman depan kami tanami pohon mangga Indaramayu, (Kemarin pas Puput Handayani dan pikin ke jogja, saya ajak mereka lihat rumah itu lagi, pohon mangganya sudah besar).
2011 rumah itu terjual dengan penuh kesedihan. Bisnis buku, surut dan hutang menumpuk, akhirnya rumah itu saya jual.Luka kehilangan rumah cukup mendalam. Pernah suatu hari, sepertinya di tahun 2013, saat neng aan me repos rumah itu dengan tulisan yang “sedih” saya protes dan menyuruhnya menghapus dari facebook.
Beli Rumah Tua
Akhirnya setelah 5 tahun mengulang menjadi kontraktor (ngontrak), 2015 18 Desember sebidang tanah dengan rumah sederhana berhasil kami beli. 2016 bulan februari anggal 6, saya mengeduk fondasi untuk rumah baru kami.23 agustus 2016, alhamdulillah, kami pindah ke rumah kami sendiri dengan penuh rasa syukur, tasyakuran bersama tetangga, terasa sangat istimewa. Pindahan kami tahun itu ditemani ayah ibu saya juga ayah ibu neng aan.
Seluruh keluarga besar kumpul bersama. Bahagia banget rasanya. Ya, bahagia karena kami bisa berkumpul bersama.Wait, apa sih yang membuat itu semua terjadi dalam hidup saya?BUKU.Sejak sadar pentingnya membaca, buku menjadi bagian menempel dalam kehidupan saya. Bukan gaya, tapi kebiasaan, selalu bawa buku kemana pun saya pergi.Buku di poto ini saya beli 2006, sudah lecek sekarang, selalu saya baca. Juga buku2 lainnya. Ada yang baru, banyak yang lama.Dengan membaca buku, saya menjadi punya banyak pilihan dalam hidup. Dengan membaca buku saya jadi punya banyak solusi untuk setiap persoalan yang saya hadapi. Yang pasti untuk masalah utang solusinya cuma satu, bayar.Catatan penutup untuk kisah panjang ini:1. Tetapkan tujuan2. Lakukan yang bisa Anda lakukan untuk sampai ke tujuan tersebut3.
Syukuri pencapaian Anda, minimal menuliskannya di facebook. Setahun kemudian, mungkin saja anda sedang sedih, kenangan bahagia tahun lalu muncul di beranda facebook anda, anda pun bisa tersenyum kembali, bahwa ternyata hidup itu bukan tentang selalu dan selamanya, tetapi tentang menerima dan mensyukuri.4. Recovery kehidupan ekonomi saya ditopang oleh selalu nomor satunya www.taskertas.net saat calon pelanggan mencari tas kertas atau pun paper bag butik di google. Anda mau? Silahkan komentar.5. Alhamdulillah, terima kasih Anda bersedia membacanya.Salam hangat dari sayaSurgana